sekumpulan cerita dari seorang enci-enci tongkrongan. kadang romantis, kadang tragis. sesekali miris, atau bikin nangis. kadang bermanfaat, tapi sering juga unfaedah, tapi yah yaudahlah.
Category: Cerita-cerita
Kumpulan surat, tulisan singkat, dan berbagai tetesan yang di dalamnya terdapat samudera.
Agustin Oendari adalah seorang penulis lagu dan penyanyi yang mengawali karier pada 2014 dengan menulis dan menyanyikan lagu Selamat Pagi Malam untuk film berjudul sama karya sutradara Lucky Kuswandi. Lagu tersebutlah yang pertama kali mempertemukan Oendari dengan pendengar setia yang terus mendukungnya hingga melalui beberapa rilisan untuk film-film lain, seperti Galih & Ratna, satu lagi karya sutradara Lucky Kuswandi, dan Susah Sinyal, karya sutradara Ernest Prakasa.
Rilisan-rilisan Oendari yang lain pun telah mendapat perhatian khusus dari berbagai streaming platform dan media, antara lain: LHSW yang sempat menjadi bagian dari banner utama aplikasi JOOX pada masa rilisnya dan juga disiarkan di berbagai media musik ternama, seperti Billboard Indonesia dan Pophariini; Bend Down dan Selamat Pagi Malam yang berada di deretan nominasi AMI Awards ke-22; dan beberapa lagu dalam album soundtrack Galih & Ratna yang mendapatkan kesempatan spesial JOOX Concert Galih & Ratna tahun 2017, seperti Hampir Sempurna, yang ditampilkan oleh Rendy Pandugo, Song Of Goodbye, yang ditampilkan oleh Ivan Gojaya yang juga adalah produser dari hampir seluruh karya Oendari, dan lagu-lagu lain yang ditampilkan oleh Oendari, seperti Nyatanya Sementara, Dari Rindu Kepada Rindu.
Selain terlibat dalam berbagai karya kolaboratif sebagai penyanyi atau penulis lagu, Oendari juga sempat berkiprah sebagai vocal director, bekerja bersama musisi dan produser ternama, antara lain Titiek Puspa, Dutacinta, Momo Geisha, Sheryl Sheinafia, dan Steve Lillywhite. Keterlibatan Oendari sebagai vocal director juga terdapat pada lagu Lathi (Weird Genius ft. Sara Fajira), Dunia (Mytha Lestari), A Million Stars (Album Kolaborasi Rising Stars), dan masih banyak lagi. Tahun 2021, Oendari dengan merilis album dari keterlibatannya di dalam sebuah film berjudul Akhirat: A Love Story.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
Barisan lirik pembuka Bunga Maaf berkumandang di corong headphone. Saya mewek. The Lantis memang keterlaluan. Tembang viral mereka diawali dengan sebuah pertanyaan yang sulit dijawab.
Bunga Maaf dirilis 15 November 2024. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya lagu ini jadi viral dan muncul di mana-mana. Ini sesuai tebakan Iponk, jauh sebelum lagunya rilis.
Beberapa bulan lalu, pada satu hari yang acak, satu mixing inquiry masuk dari Warner Music Indonesia. Satu lagu berjudul Bunga Maaf dari sebuah band yang, pada saat itu, namanya masih asing di telinga Saya. Seperti biasa, begitu ada inquiry masuk dan datanya siap untuk dikerjakan, Iponk akan bergegas masuk studio dan gak keluar selama berjam-jam.
Setelah sekian lama kenal Iponk, Saya semakin paham bahwa jam-jam mixing adalah jam-jam yang sangat spiritual buat Iponk. Ada beberapa kesempatan di mana dia pingin ditemenin ketika mixing. Namun, yang kali ini enggak. Oke, mungkin dia memang lagi pingin sendiri aja kali. Itu sebabnya, sebisa mungkin Saya enggak ganggu atau menginterupsi barang sedikit juga.
Setelah beberapa jam berlalu, Saya yang sedang santai laptop-an di lantai satu dikagetkan dengan langkah kaki Iponk menuruni tangga. “Ini lagu keren banget. Kamu harus denger!” Dia turun dengan membawa first mix preview Bunga Maaf.
Duh, walaupun seringkali penasaran sama apa yang dikerjakan Iponk, Saya selalu merasa ada sedikit perasaan bersalah kalau dengerin lagu yang belum rilis. Rasanya seperti mencuri dengar, dan tentu mencuri terasa seperti tindakan ilegal.
Saya pun tau Iponk bukan orang yang sembarang kasih dengar kerjaannya ke sembarang orang. Ini hanya terjadi pada lagu-lagu tertentu. Jadi, ketika kesempatan seperti ini muncul, hati Saya jadi berdebar. This must be something really-really-really good.
Begitulah, Saya terdiam mendengarkan first mix preview Bunga Maaf dalam sekali putar. Mungkinkah Iponk ngerasa lagu ini keren karena progresi chordnya mirip banget sama lagu rahasia yang pernah dibikinnya? Tentu Saya gak bisa spill apa-apa tentang lagu tersebut. Namun, Saya pikir, sebabnya terkait dengan itu. Eh, ternyata, enggak juga. Tepatnya, gak cuma perkara itu.
“Liriknya juga keren banget,” komentar semacam ini keluar dari mulut seorang Ivan Iponk? Jarang banget. Ketimbang Iponk, Saya-lah yang lebih sering tersentuh dan terenyuh ketika mendengarkan lirik lagu. So, I guess it’s safe to say, that this one, is indeed really-really-really good. “Pasti bakal hits,” begitu kata Iponk.
Dan, benar adanya, sesuai tebakan Iponk. Tidak lama kemudian, Bunga Maaf jadi demikian populer. Mekar dan semerbak di telinga para pendengarnya, termasuk Saya.
Saya menuliskan ini pada sebuah minggu pagi yang sayup, setelah menghabiskan kopi hitam, dan setelah buang ingus bertubi-tubi akibat mewek yang tidak terduga selama mendengarkan Bunga Maaf terus-menerus. Candu. Pedih tapi nagih. Jahat tapi enak. The Lantis memang keterlaluan.
Iseng, Saya view song credits lagu ini di Spotify. Total ada empat nama di deretan penulis dan produser, yaitu Giri Virandi, Muhammad Rifzki Dzaky Fauzan, Ravi Rinaldy, dan Rendy Pandugo.
Dengan hidung yang agak mampet dan kedua mata yang agak bengkak, Saya bergumam, “Anjirlah, pingin banget ngobrol sama empat orang ini,” sebuah doa yang sangat casual kepada Semesta. Saya berharap semoga suatu saat ada sebuah kesempatan di mana Saya bisa ngobrol langsung dengan nama-nama tersebut, berterima kasih atas lahirnya Bunga Maaf, dan mengungkapkan kekaguman Saya atas lagu tersebut.
Apakah Semesta akan merestui? Entahlah. Namun, paling tidak, sementara ini, Saya cukup bersyukur bisa mendengarkan sebebasnya setelah lagu ini rilis. Tidak lagi perlu curi-curi, Saya menikmati Bunga Maaf mekar dan semerbak di hati.
Agustin Oendari adalah seorang penulis lagu dan penyanyi yang mengawali karier pada 2014 dengan menulis dan menyanyikan lagu Selamat Pagi Malam untuk film berjudul sama karya sutradara Lucky Kuswandi. Lagu tersebutlah yang pertama kali mempertemukan Oendari dengan pendengar setia yang terus mendukungnya hingga melalui beberapa rilisan untuk film-film lain, seperti Galih & Ratna, satu lagi karya sutradara Lucky Kuswandi, dan Susah Sinyal, karya sutradara Ernest Prakasa.
Rilisan-rilisan Oendari yang lain pun telah mendapat perhatian khusus dari berbagai streaming platform dan media, antara lain: LHSW yang sempat menjadi bagian dari banner utama aplikasi JOOX pada masa rilisnya dan juga disiarkan di berbagai media musik ternama, seperti Billboard Indonesia dan Pophariini; Bend Down dan Selamat Pagi Malam yang berada di deretan nominasi AMI Awards ke-22; dan beberapa lagu dalam album soundtrack Galih & Ratna yang mendapatkan kesempatan spesial JOOX Concert Galih & Ratna tahun 2017, seperti Hampir Sempurna, yang ditampilkan oleh Rendy Pandugo, Song Of Goodbye, yang ditampilkan oleh Ivan Gojaya yang juga adalah produser dari hampir seluruh karya Oendari, dan lagu-lagu lain yang ditampilkan oleh Oendari, seperti Nyatanya Sementara, Dari Rindu Kepada Rindu.
Selain terlibat dalam berbagai karya kolaboratif sebagai penyanyi atau penulis lagu, Oendari juga sempat berkiprah sebagai vocal director, bekerja bersama musisi dan produser ternama, antara lain Titiek Puspa, Dutacinta, Momo Geisha, Sheryl Sheinafia, dan Steve Lillywhite. Keterlibatan Oendari sebagai vocal director juga terdapat pada lagu Lathi (Weird Genius ft. Sara Fajira), Dunia (Mytha Lestari), A Million Stars (Album Kolaborasi Rising Stars), dan masih banyak lagi. Tahun 2021, Oendari dengan merilis album dari keterlibatannya di dalam sebuah film berjudul Akhirat: A Love Story.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
Agustin Oendari adalah seorang penulis lagu dan penyanyi yang mengawali karier pada 2014 dengan menulis dan menyanyikan lagu Selamat Pagi Malam untuk film berjudul sama karya sutradara Lucky Kuswandi. Lagu tersebutlah yang pertama kali mempertemukan Oendari dengan pendengar setia yang terus mendukungnya hingga melalui beberapa rilisan untuk film-film lain, seperti Galih & Ratna, satu lagi karya sutradara Lucky Kuswandi, dan Susah Sinyal, karya sutradara Ernest Prakasa.
Rilisan-rilisan Oendari yang lain pun telah mendapat perhatian khusus dari berbagai streaming platform dan media, antara lain: LHSW yang sempat menjadi bagian dari banner utama aplikasi JOOX pada masa rilisnya dan juga disiarkan di berbagai media musik ternama, seperti Billboard Indonesia dan Pophariini; Bend Down dan Selamat Pagi Malam yang berada di deretan nominasi AMI Awards ke-22; dan beberapa lagu dalam album soundtrack Galih & Ratna yang mendapatkan kesempatan spesial JOOX Concert Galih & Ratna tahun 2017, seperti Hampir Sempurna, yang ditampilkan oleh Rendy Pandugo, Song Of Goodbye, yang ditampilkan oleh Ivan Gojaya yang juga adalah produser dari hampir seluruh karya Oendari, dan lagu-lagu lain yang ditampilkan oleh Oendari, seperti Nyatanya Sementara, Dari Rindu Kepada Rindu.
Selain terlibat dalam berbagai karya kolaboratif sebagai penyanyi atau penulis lagu, Oendari juga sempat berkiprah sebagai vocal director, bekerja bersama musisi dan produser ternama, antara lain Titiek Puspa, Dutacinta, Momo Geisha, Sheryl Sheinafia, dan Steve Lillywhite. Keterlibatan Oendari sebagai vocal director juga terdapat pada lagu Lathi (Weird Genius ft. Sara Fajira), Dunia (Mytha Lestari), A Million Stars (Album Kolaborasi Rising Stars), dan masih banyak lagi. Tahun 2021, Oendari dengan merilis album dari keterlibatannya di dalam sebuah film berjudul Akhirat: A Love Story.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
Agustin Oendari adalah seorang penulis lagu dan penyanyi yang mengawali karier pada 2014 dengan menulis dan menyanyikan lagu Selamat Pagi Malam untuk film berjudul sama karya sutradara Lucky Kuswandi. Lagu tersebutlah yang pertama kali mempertemukan Oendari dengan pendengar setia yang terus mendukungnya hingga melalui beberapa rilisan untuk film-film lain, seperti Galih & Ratna, satu lagi karya sutradara Lucky Kuswandi, dan Susah Sinyal, karya sutradara Ernest Prakasa.
Rilisan-rilisan Oendari yang lain pun telah mendapat perhatian khusus dari berbagai streaming platform dan media, antara lain: LHSW yang sempat menjadi bagian dari banner utama aplikasi JOOX pada masa rilisnya dan juga disiarkan di berbagai media musik ternama, seperti Billboard Indonesia dan Pophariini; Bend Down dan Selamat Pagi Malam yang berada di deretan nominasi AMI Awards ke-22; dan beberapa lagu dalam album soundtrack Galih & Ratna yang mendapatkan kesempatan spesial JOOX Concert Galih & Ratna tahun 2017, seperti Hampir Sempurna, yang ditampilkan oleh Rendy Pandugo, Song Of Goodbye, yang ditampilkan oleh Ivan Gojaya yang juga adalah produser dari hampir seluruh karya Oendari, dan lagu-lagu lain yang ditampilkan oleh Oendari, seperti Nyatanya Sementara, Dari Rindu Kepada Rindu.
Selain terlibat dalam berbagai karya kolaboratif sebagai penyanyi atau penulis lagu, Oendari juga sempat berkiprah sebagai vocal director, bekerja bersama musisi dan produser ternama, antara lain Titiek Puspa, Dutacinta, Momo Geisha, Sheryl Sheinafia, dan Steve Lillywhite. Keterlibatan Oendari sebagai vocal director juga terdapat pada lagu Lathi (Weird Genius ft. Sara Fajira), Dunia (Mytha Lestari), A Million Stars (Album Kolaborasi Rising Stars), dan masih banyak lagi. Tahun 2021, Oendari dengan merilis album dari keterlibatannya di dalam sebuah film berjudul Akhirat: A Love Story.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
Agustin Oendari adalah seorang penulis lagu dan penyanyi yang mengawali karier pada 2014 dengan menulis dan menyanyikan lagu Selamat Pagi Malam untuk film berjudul sama karya sutradara Lucky Kuswandi. Lagu tersebutlah yang pertama kali mempertemukan Oendari dengan pendengar setia yang terus mendukungnya hingga melalui beberapa rilisan untuk film-film lain, seperti Galih & Ratna, satu lagi karya sutradara Lucky Kuswandi, dan Susah Sinyal, karya sutradara Ernest Prakasa.
Rilisan-rilisan Oendari yang lain pun telah mendapat perhatian khusus dari berbagai streaming platform dan media, antara lain: LHSW yang sempat menjadi bagian dari banner utama aplikasi JOOX pada masa rilisnya dan juga disiarkan di berbagai media musik ternama, seperti Billboard Indonesia dan Pophariini; Bend Down dan Selamat Pagi Malam yang berada di deretan nominasi AMI Awards ke-22; dan beberapa lagu dalam album soundtrack Galih & Ratna yang mendapatkan kesempatan spesial JOOX Concert Galih & Ratna tahun 2017, seperti Hampir Sempurna, yang ditampilkan oleh Rendy Pandugo, Song Of Goodbye, yang ditampilkan oleh Ivan Gojaya yang juga adalah produser dari hampir seluruh karya Oendari, dan lagu-lagu lain yang ditampilkan oleh Oendari, seperti Nyatanya Sementara, Dari Rindu Kepada Rindu.
Selain terlibat dalam berbagai karya kolaboratif sebagai penyanyi atau penulis lagu, Oendari juga sempat berkiprah sebagai vocal director, bekerja bersama musisi dan produser ternama, antara lain Titiek Puspa, Dutacinta, Momo Geisha, Sheryl Sheinafia, dan Steve Lillywhite. Keterlibatan Oendari sebagai vocal director juga terdapat pada lagu Lathi (Weird Genius ft. Sara Fajira), Dunia (Mytha Lestari), A Million Stars (Album Kolaborasi Rising Stars), dan masih banyak lagi. Tahun 2021, Oendari dengan merilis album dari keterlibatannya di dalam sebuah film berjudul Akhirat: A Love Story.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
Agustin Oendari adalah seorang penulis lagu dan penyanyi yang mengawali karier pada 2014 dengan menulis dan menyanyikan lagu Selamat Pagi Malam untuk film berjudul sama karya sutradara Lucky Kuswandi. Lagu tersebutlah yang pertama kali mempertemukan Oendari dengan pendengar setia yang terus mendukungnya hingga melalui beberapa rilisan untuk film-film lain, seperti Galih & Ratna, satu lagi karya sutradara Lucky Kuswandi, dan Susah Sinyal, karya sutradara Ernest Prakasa.
Rilisan-rilisan Oendari yang lain pun telah mendapat perhatian khusus dari berbagai streaming platform dan media, antara lain: LHSW yang sempat menjadi bagian dari banner utama aplikasi JOOX pada masa rilisnya dan juga disiarkan di berbagai media musik ternama, seperti Billboard Indonesia dan Pophariini; Bend Down dan Selamat Pagi Malam yang berada di deretan nominasi AMI Awards ke-22; dan beberapa lagu dalam album soundtrack Galih & Ratna yang mendapatkan kesempatan spesial JOOX Concert Galih & Ratna tahun 2017, seperti Hampir Sempurna, yang ditampilkan oleh Rendy Pandugo, Song Of Goodbye, yang ditampilkan oleh Ivan Gojaya yang juga adalah produser dari hampir seluruh karya Oendari, dan lagu-lagu lain yang ditampilkan oleh Oendari, seperti Nyatanya Sementara, Dari Rindu Kepada Rindu.
Selain terlibat dalam berbagai karya kolaboratif sebagai penyanyi atau penulis lagu, Oendari juga sempat berkiprah sebagai vocal director, bekerja bersama musisi dan produser ternama, antara lain Titiek Puspa, Dutacinta, Momo Geisha, Sheryl Sheinafia, dan Steve Lillywhite. Keterlibatan Oendari sebagai vocal director juga terdapat pada lagu Lathi (Weird Genius ft. Sara Fajira), Dunia (Mytha Lestari), A Million Stars (Album Kolaborasi Rising Stars), dan masih banyak lagi. Tahun 2021, Oendari dengan merilis album dari keterlibatannya di dalam sebuah film berjudul Akhirat: A Love Story.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
Agustin Oendari adalah seorang penulis lagu dan penyanyi yang mengawali karier pada 2014 dengan menulis dan menyanyikan lagu Selamat Pagi Malam untuk film berjudul sama karya sutradara Lucky Kuswandi. Lagu tersebutlah yang pertama kali mempertemukan Oendari dengan pendengar setia yang terus mendukungnya hingga melalui beberapa rilisan untuk film-film lain, seperti Galih & Ratna, satu lagi karya sutradara Lucky Kuswandi, dan Susah Sinyal, karya sutradara Ernest Prakasa.
Rilisan-rilisan Oendari yang lain pun telah mendapat perhatian khusus dari berbagai streaming platform dan media, antara lain: LHSW yang sempat menjadi bagian dari banner utama aplikasi JOOX pada masa rilisnya dan juga disiarkan di berbagai media musik ternama, seperti Billboard Indonesia dan Pophariini; Bend Down dan Selamat Pagi Malam yang berada di deretan nominasi AMI Awards ke-22; dan beberapa lagu dalam album soundtrack Galih & Ratna yang mendapatkan kesempatan spesial JOOX Concert Galih & Ratna tahun 2017, seperti Hampir Sempurna, yang ditampilkan oleh Rendy Pandugo, Song Of Goodbye, yang ditampilkan oleh Ivan Gojaya yang juga adalah produser dari hampir seluruh karya Oendari, dan lagu-lagu lain yang ditampilkan oleh Oendari, seperti Nyatanya Sementara, Dari Rindu Kepada Rindu.
Selain terlibat dalam berbagai karya kolaboratif sebagai penyanyi atau penulis lagu, Oendari juga sempat berkiprah sebagai vocal director, bekerja bersama musisi dan produser ternama, antara lain Titiek Puspa, Dutacinta, Momo Geisha, Sheryl Sheinafia, dan Steve Lillywhite. Keterlibatan Oendari sebagai vocal director juga terdapat pada lagu Lathi (Weird Genius ft. Sara Fajira), Dunia (Mytha Lestari), A Million Stars (Album Kolaborasi Rising Stars), dan masih banyak lagi. Tahun 2021, Oendari dengan merilis album dari keterlibatannya di dalam sebuah film berjudul Akhirat: A Love Story.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
“Tuhan, aku penasaran. Siapakah yang memilih bayi mana akan lahir dari rahim siapa?”
Pada sebuah hari yang acak, adalah seorang Anak.
Usianya delapan dan isi kepalanya penuh rasa penasaran.
Si Anak memandangi panci besar di atas tungku. Dari permukaan yang beriak-riak itu, meruap aroma lezat memenuhi ruangan. Si Anak dan perutnya yang lapar sudah tak sabar. Entah mungkin perut yang lapar mampu menciptakan nyali yang besar, Si Anak memberanikan dirinya menggenggam irus baja yang bahkan lebih panjang daripada lengannya. Dengan susah payah, diupayakannya menyendok didihan kaldu. Berat, tapi terlihat nikmat. Sepertinya tidak apa-apa, begitu pikirnya.
Setengah jalan kuah kaldu yang pekat itu menuju bibirnya, suara Sang Ibu terdengar memanggil namanya. Nyalinya tiba-tiba menciut. Begitu pula otot-otot lengan yang sedari tadi dikencangkannya, seketika kisut. Irus baja itu lepas dari genggaman. Sialnya, setengah panci tergolak karena tersangkut, tersenggol, goyah, tumpah karena kepanikannya. Masakan Ibu hancur. Kabur, begitu pikirnya.
Suara Sang Ibu mendekat. Si Anak berlari menjauh. Keluar menuju hutan belakang rumah. Sekencangnya Ia berlari, mencoba mencari tempat bersembunyi, sambil sesekali melihat ke belakang. Dari balik kisi-kisi jendela dapur, Si Anak sekilas melihatnya: tatap mata itu, tatap tajam Ibu sedang menusuk jantungnya saat ini. Si Anak takut sekali dimarahi. Lari, lari, lari, begitu pikirnya.
Kaki-kaki kecil itu melangkah tidak tentu arah. Tanpa disadarinya, seonggok batu kecil menghadang, Si Anak terantuk dan terjatuh tepat di lututnya. Gores-goresan di kulitnya perlahan berubah menjadi putih pucat. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya darah segar merembes dari balik jaringan sobek itu. Sungguh malang, Si Anak yang belum pernah merasakan luka yang seperti itu, kini merinding ketakutan dan mulai menangis.
Sang Ibu datang dengan tenang. Menghampirinya tanpa kata, hanya dengan tatap mata tajam itu. Si Anak memberanikan diri melihat wajah Sang Ibu. Aneh sekali, tatap mata tajam yang tadinya dirasa menghunus, kini serasa menyejukkan hati. Setengah takut dimarahi, setengah lagi tenang karena kehadiran Sang Ibu. Lidahnya kelu, hanya satu kata yang keluar dari mulut Si Anak. Pelan, hampir tak terdengar, “Mah.”
“Biar Mamah basuh, nanti juga sembuh. Sekarang ayo makan. Pulanglah, Nak,” damai sekali hati Si Anak mendengarnya.
Sang Ibu menuntun Si Anak yang masih terisak tapi gengsi. Sesampainya di rumah, Sang Ibu membasuh luka dengan kasih sayangnya. Si Anak makan dengan lahapnya. Perih luka itu seperti berlalu dari pikirannya. Masakan Ibu memang tidak pernah mengecewakan, “Ah, hidupku indah sekali karena Mamah,” begitu pikirnya.
Pada suapan terakhir Si Anak, Sang Ibu bicara, “Ingat ya. Tidak perlu lari. Tidak perlu sembunyi. Ingat itu,” yang dijawab dengan anggukan Si Anak. Nasihat Sang Ibu akan teguh dan membeku di hatinya, begitu pikirnya.
Waktu terus bergulir. Hidup terus mengalir. Dan, beberapa ingatan manusia ternyata mudah luntur dan mencair.
Pada sebuah hari lain yang juga acak, Si Anak telah jadi pemuda yang tegap dan tampan.
Isi kepalanya masih penuh rasa penasaran, meskipun kini ditambah dengan berbagai pemberontakan.
Banyak hal berubah sejak Si Anak dan Sang Ibu semakin sering terlibat dalam satu demi satu perselisihan. Dan, tibalah malam itu, salah satu malam paling gulita. Adu mulut antara Si Anak dengan Sang Ibu begitu sengit. Makan malam yang disajikan Sang Ibu untuk Si Anak belum disentuh sama sekali, mendingin seraya jadi saksi pertengkaran keduanya.
Perkara pilihan hidup. Si Anak merasa berhak untuk menjelajah berbagai pilihan, tanpa menyadari bahwa Sang Ibu memberi arah atas dasar pengalaman. Jangankan teguh dan membeku di hati, nasihat-nasihat Sang Ibu kini tidak lagi terserap ke dalam pikiran Si Anak. Kebebasan, hanya itu yang diinginkannya.
Sang Ibu, yang telah ditempa oleh kerasnya kehidupan, sudah tau bahwa sekeras-kerasnya seonggok batu, tetesan air yang lembut pada akhirnya akan mampu melunakkannya. Maka, malam itu Sang Ibu berusaha sebisanya mempertahankan kelembutan ketika menghadapi Si Anak. Sebaliknya, kata-kata serampangan keluar dari mulut Si Anak. Asumsi menggila. Tajam, diikuti luka-luka dalam hati Sang Ibu. Menyakitkan. Sementara, Sang Ibu terus sabar. Si Anak, yang sedang berapi-api, justru semakin terbakar dengan sikap Sang Ibu, yang seakan tidak menganggap penting segala perlawanan yang dilakukannya.
Pada momen darahnya mencapai titik didih, Si Anak melayangkan tinju sekuat tenaga. Saklar lampu ruang makan yang tidak berdaya itu jadi sasaran kemudian merangsek ke dalam tembok. Seketika ruang makan gelap gulita. Sang Anak pergi, keluar dari rumah yang telah memelihara dan menumbuhkannya dengan urapan kasih sayang Sang Ibu. Akhirnya, kebebasan ada dalam genggaman, begitu pikirnya.
Di dalam gulita, Sang Ibu hanya diam tanpa suara. Dilepaskannya Si Anak pergi dengan segala api yang berkobar di dalam hatinya. Mungkin ini hanyalah masa kehidupan yang serupa terulang kembali meski keadaanya tak sama, di mana Si Anak berlari ke hutan, mencari persembunyian; di mana kemudian di tengah langkahnya, ia akan terjatuh dan memutuskan pulang. Mungkin inilah daur hidup yang mesti berputar, begitu pikir Sang Ibu.
Waktu terus bergulir. Hidup terus mengalir. Que sera sera, begitu kata pepatah lama.
Pada hari lain yang tentunya juga acak, Si Anak telah beranjak dewasa.
Entah sudah berapa tahun sejak Si Anak pergi dari rumah. Tidak pernah berhenti penasaran, namun kali ini kepalanya lebih banyak diisi dengan kebingungan.
Tahun-tahun kebebasan telah diraihnya. Api besar yang berkobar itu pun terus menemaninya. Telah semakin banyak kisah kehidupan tercipta di sepanjang langkah-langkahnya. Si Anak sudah mulai mengenal cinta dan membangun mimpi-mimpinya. Siang dan malam seperti tak ada batas, menemukan cinta membuatnya serasa menari-nari sampai tua.
Tak cuma cinta, tetapi juga cita-cita. Ternyata dunia seluas itu, memancar dalam rupa pemandangan yang indah-indah di sepanjang langkah-langkahnya. Sepasti langit yang luas, sedalam samudera paling misterius, dan selapang cakrawala semesta, begitu juga cita-cita terkembang di dalam hatinya. Si Anak berlari, berlari, berlari, berupaya mengejar hingga ke ujung-ujungnya.
Yang tidak pernah disangkanya adalah bencana-bencana datang di luar rencana. Kadangkala cinta tak segemas dan seromantis di film-film. Begitu pula dalam dunia yang luas ini, tidak cuma terkandung yang indah-indah saja, cita-cita bisa jadi sia-sia. Belantara kehidupan ternyata bisa sedemikian penuh dengan tipu muslihat anjing-anjing liar yang menyamarkan pilihan-pilihan kelam agar terlihat seperti kenikmatan yang benderang. Inikah harga dari kebebasan? Kebingungan mulai menggerogoti hatinya. Tangannya, oh, telah kotor.
Ketika Si Anak berada pada masa tergelapnya, kenangan-kenangan berhamburan. Kuah kaldu yang pekat dan harum itu. Irus baja yang panjang dan berat. Hutan belakang rumah. Batu yang membuatnya terantuk. Darah yang merembes di lututnya. Dan, sebuah suara pelan di hatinya, yang hampir tak terdengar, seperti dulu pernah keluar dari mulutnya, “Mah.”
Si Anak menangis. Berdoa di hadapan Tuhan-nya. Tumpah ruah segala rupa dari kepalanya: “Tuhan, aku penasaran. Siapakah yang memilih bayi yang mana akan lahir dari rahim siapa? Kalau saja Ibuku bisa memilih, kurasa wajar apabila dia tidak mau aku jadi anaknya.”
Di bawah atap langit yang sungguh terik, Si Anak menghapus air matanya, “Masa mudaku penuh luka, Mah. Tanganku melakukan banyak kesalahan. Aku jauh dari membanggakan.”
Pada masa yang sama, di tempat yang jauh, ternyata seorang Ibu pun sedang menangis. Berdoa di hadapan Tuhan-nya. Doanya sungguh sederhana: “Biarkan Tuhan memegang tanganmu. Pulanglah, Nak.”
Waktu terus bergulir. Hidup terus mengalir. Menakjubkan bagaimana ingatan manusia bisa kembali muncul ke permukaan pada saat-saat yang tak terduga.
Lagi-lagi pada hari yang acak, Si Anak mulai mencari-cari makna dari menjadi manusia.
Rasa penasaran kini mengarahkan pemahamannya, bahwa sepertinya menjadi dewasa ternyata bukan perkara kebebasan, bukan lagi soal api yang berkobar-kobar.
Cinta dan cita-cita, entah sudah berapa lama ditinggalkannya. Kini, Si Anak tidak punya apa-apa selain kesendirian. Sama seperti kaki-kaki kecil yang dulu pernah melangkah tidak tentu arah, Si Anak berlari-lari mencari tempat bersembunyi. Namun, kali ini, ia bukanlah dikejar oleh ketakutan dan tatap mata tajam seorang Ibu yang seakan menusuk jantungnya, melainkan dikejar oleh sesosok hantu: keraguan.
Apakah ia masih berharga? Apakah ia masih punya nilai? Apa gunanya di dunia? Begitu pikirnya.
Ya, Si Anak dihantui keraguan, walau pernah merasa benar dalam menentukan berbagai pilihan. Kini, rasa bersalah menggerogoti hatinya. Ia terlarut dalam pikiran. Tanpa keyakinan. Sepertinya tidak sanggup lagi untuk melanjutkan. Hatinya penuh kabut dan carut-marut. Pundaknya tidak lagi kuat menahan beban-beban yang tak kasat mata. Sementara itu, pelariannya, tak tau ujungnya ke mana. Apakah hanya menuju kehampaan, begitu pikirnya.
Tidak ada lagi nyala api. Kebebasan tidak lagi penting. Langkahnya, oh, telah gontai.
Si Anak kembali berada pada masa tergelapnya, kenangan-kenangan berhamburan. Masakan Sang Ibu yang teronggok dingin di atas meja makan malam itu. Pertengkaran sengit. Luapan amarah. Cengkeraman tinju. Dan, saklar yang merangsek ke dalam tembok.
Si Anak kembali menangis. Berdoa di hadapan Tuhan-nya. Tumpah ruah segala rupa dari kepalanya: “Tuhan, aku malu. Segala perlawanan yang kuhantamkan pada nasihat-nasihat Ibuku nyatanya sia-sia.”
Di bawah atap langit yang sungguh terik, Si Anak menghapus air matanya, “Masa mudaku penuh luka, Mah. Dan, pundakku penuh memar tertimpa segala beban. Hatiku apalagi, bentuknya sudah tak karuan.”
Pada masa yang sama, di tempat yang jauh, ternyata seorang Ibu pun sedang menangis. Berdoa di hadapan Tuhan-nya. Doanya sungguh sederhana: “Biarkan Tuhan mengangkat bebanmu. Pulanglah, Nak.”
Waktu terus bergulir. Hidup terus mengalir. Kadang kita bisa dibuat kagum dengan bagaimana cara Semesta menjawab doa-doa.
Pada hari yang acak yang telah ditentukan Semesta, Si Anak terdiam.
Ia tenggelam di dalam gaung kepedihan, terendam di dalam gaung kesedihan. Raganya seperti telah kehilangan nyawa. Bersandar pada siapa. Menangis lupa caranya. Semua ini untuk apa. Lelah demikian jelas terasa. Bertahun terus terluka. Kuatku ada batasnya, begitu pikirnya.
Dengan segala sisa daya yang dimilikinya, Si Anak mencoba kembali melangkah. Si Anak memutuskan hanya ada satu jalan untuk meneruskan daur hidupnya: pulang.
Rumah tua yang bijaksana itu masih tegak berdiri di sana. Di dalamnya tidak lagi ada aroma kuah kaldu, hanya tinggal aroma kenangan yang menguar ke segala arah. Saklar yang merangsek ke dalam tembok itu ternyata tidak pernah diperbaiki. Bukan lagi hidangan makan malam yang mendingin yang terhampar di meja, kini hanya setumpuk barang-barang bekas yang telah berdebu. Di antaranya tergolek lemas irus baja kuno yang tidak lagi menjalankan tugasnya. Dapur telah sepi. Tungku-tungku sepertinya telah lama padam.
Hutan itu masih sama, terlihat dari balik jendela. Namun, tidak ada lagi anak kecil yang berlari ketakutan mencari persembunyian. Dan, tidak ada lagi tatap tajam seorang Ibu yang dulu pernah menyejukkan hati.
“Mah, … kini aku sudah di rumah. Namun, engkau telah lebih dulu pulang.”
Si Anak kembali menangis. Berdoa di hadapan Tuhan-nya. Tumpah ruah segala rupa dari kepalanya: “Masa mudaku penuh luka. Namun, sungguh ajaib kurasa. Selalu saja ada yang memegang tanganku. Yang mengangkat bebanku. Sepertinya Dia juga yang menuntun langkahku kembali ke sini, kepadamu. Pulanglah, Mah, pulanglah dengan tenang.”
Atap langit begitu syahdu pada hari itu. Mendung menggelantung, sunyi mengepung, gerimis menuangkan rasa kabung. Si Anak menghapus air matanya ketika terdengar sebuah guntur yang lembut, seakan berkata kepadanya,
“Tidak perlu lari. Tidak perlu sembunyi.”
Awalnya, ingin kutuliskan Surat Penggemar untuk album ini, salah satu album yang dikerjakan Iponk, yang diam-diam sangat kunikmati sejak proses pembuatannya.
Namun, perasaanku terlalu campur aduk untuk menuliskannya dalam bentuk surat. Maka, kutuangkan langsung kata perkata tanpa tau ujungnya ini akan jadi seperti apa. Dan, beginilah jadinya.
Terima kasihku kepada Kang Donne atas sebuah album yang melahirkan banyak perenungan.
Agustin Oendari adalah seorang penulis lagu dan penyanyi yang mengawali karier pada 2014 dengan menulis dan menyanyikan lagu Selamat Pagi Malam untuk film berjudul sama karya sutradara Lucky Kuswandi. Lagu tersebutlah yang pertama kali mempertemukan Oendari dengan pendengar setia yang terus mendukungnya hingga melalui beberapa rilisan untuk film-film lain, seperti Galih & Ratna, satu lagi karya sutradara Lucky Kuswandi, dan Susah Sinyal, karya sutradara Ernest Prakasa.
Rilisan-rilisan Oendari yang lain pun telah mendapat perhatian khusus dari berbagai streaming platform dan media, antara lain: LHSW yang sempat menjadi bagian dari banner utama aplikasi JOOX pada masa rilisnya dan juga disiarkan di berbagai media musik ternama, seperti Billboard Indonesia dan Pophariini; Bend Down dan Selamat Pagi Malam yang berada di deretan nominasi AMI Awards ke-22; dan beberapa lagu dalam album soundtrack Galih & Ratna yang mendapatkan kesempatan spesial JOOX Concert Galih & Ratna tahun 2017, seperti Hampir Sempurna, yang ditampilkan oleh Rendy Pandugo, Song Of Goodbye, yang ditampilkan oleh Ivan Gojaya yang juga adalah produser dari hampir seluruh karya Oendari, dan lagu-lagu lain yang ditampilkan oleh Oendari, seperti Nyatanya Sementara, Dari Rindu Kepada Rindu.
Selain terlibat dalam berbagai karya kolaboratif sebagai penyanyi atau penulis lagu, Oendari juga sempat berkiprah sebagai vocal director, bekerja bersama musisi dan produser ternama, antara lain Titiek Puspa, Dutacinta, Momo Geisha, Sheryl Sheinafia, dan Steve Lillywhite. Keterlibatan Oendari sebagai vocal director juga terdapat pada lagu Lathi (Weird Genius ft. Sara Fajira), Dunia (Mytha Lestari), A Million Stars (Album Kolaborasi Rising Stars), dan masih banyak lagi. Tahun 2021, Oendari dengan merilis album dari keterlibatannya di dalam sebuah film berjudul Akhirat: A Love Story.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
Pagi itu, Saya nemenin Iponk kerja di studio. Jadwal mixing hari itu adalah salah satu materi album barunya D’MASIV. Sebetulnya, Saya sendiri sedang menyelesaikan tulisan ketika berada di studio. Namun, perhatian Saya teralih ketika mendengarkan lagu yang dikerjakan Iponk. Besar sekali dorongan untuk menuliskan ini.
Ini Saya, dari sudut pandang pendengar yang pernah ngerasain betapa hebatnya band-band Indonesia bisa semacam menemani Anak Remaja usia belasan melewati berbagai persimpangan jalan di kehidupannya. Mungkin saja jalur yang kemudian dipilihnya di persimpangan itu, menuju sebuah jalan dengan kebun mimpi yang berbunga-bunga di kiri-kanannya. Atau mungkin juga, jalur itu menuju sebuah lorong gelap, sunyi, dan entah ujungnya ke mana.
Sementara itu, tahun demi tahun berlalu. Waktu tidak kenal lelah dan Si Anak Remaja tidak lagi remaja. Tidak lagi berjalan, ia kini berlari. Kadang terjatuh, lalu bangkit lagi. Ternyata Waktu mengajarkannya bahwa setelah persimpangan yang satu, ada persimpangan yang kedua, ketiga, dan seterusnya. Waktu pula yang mengajarkannya, bahwa Si Anak Remaja ini sebenarnya tidak pernah sendirian. Sadar ataupun tidak, band-band Indonesia, yang pernah membisikkan kata dan nada ke dalam pikirannya di berbagai persimpangan, terus mengepungnya dengan kenangan yang terngiang-ngiang. Betapa hebat.
Bagi Saya, menikmati keperkasaan band-band Indonesia itu seperti menikmati maraton estafet dari jarak yang dekat dan personal, seiring Saya terus menempuh perjalanan Saya sendiri melalui berbagai persimpangan. Dan, mendengarkan lagu ini seperti baru saja menyaksikan di depan mata, tongkat estafetnya kini berpindah ke tangan D’MASIV. Entah dari siapa, Saya sampai lupa. Saya sudah terlanjur terbawa angin perubahan yang terhembus dengan keras ketika D’MASIV melaju dari posisi siapnya saat lagu ini berkumandang. “Sampai Mati Kan Kukejar,” begitu kata D’MASIV, sambil menggenggam tongkat estafet di tangan mereka.
Rasanya seperti berkejaran dengan Waktu. Berlari terus, D’MASIV. Titiknya terus bergerak. Waktu terus berdetak. Lintasannya entah bagaimana. Jalurnya mungkin akan membawa mereka berbelok ke mana, di mana, dengan cara apa. Entahlah, saya hanya penikmat, tau apa. Betul, penikmat, yang sepertinya akan betul-betul menikmati perjalanan ini.
Ini Saya, Oendari, yang sedang turut berlari bersama D’MASIV sambil menikmati rilisnya album terbaru mereka.
Agustin Oendari adalah seorang penulis lagu dan penyanyi yang mengawali karier pada 2014 dengan menulis dan menyanyikan lagu Selamat Pagi Malam untuk film berjudul sama karya sutradara Lucky Kuswandi. Lagu tersebutlah yang pertama kali mempertemukan Oendari dengan pendengar setia yang terus mendukungnya hingga melalui beberapa rilisan untuk film-film lain, seperti Galih & Ratna, satu lagi karya sutradara Lucky Kuswandi, dan Susah Sinyal, karya sutradara Ernest Prakasa.
Rilisan-rilisan Oendari yang lain pun telah mendapat perhatian khusus dari berbagai streaming platform dan media, antara lain: LHSW yang sempat menjadi bagian dari banner utama aplikasi JOOX pada masa rilisnya dan juga disiarkan di berbagai media musik ternama, seperti Billboard Indonesia dan Pophariini; Bend Down dan Selamat Pagi Malam yang berada di deretan nominasi AMI Awards ke-22; dan beberapa lagu dalam album soundtrack Galih & Ratna yang mendapatkan kesempatan spesial JOOX Concert Galih & Ratna tahun 2017, seperti Hampir Sempurna, yang ditampilkan oleh Rendy Pandugo, Song Of Goodbye, yang ditampilkan oleh Ivan Gojaya yang juga adalah produser dari hampir seluruh karya Oendari, dan lagu-lagu lain yang ditampilkan oleh Oendari, seperti Nyatanya Sementara, Dari Rindu Kepada Rindu.
Selain terlibat dalam berbagai karya kolaboratif sebagai penyanyi atau penulis lagu, Oendari juga sempat berkiprah sebagai vocal director, bekerja bersama musisi dan produser ternama, antara lain Titiek Puspa, Dutacinta, Momo Geisha, Sheryl Sheinafia, dan Steve Lillywhite. Keterlibatan Oendari sebagai vocal director juga terdapat pada lagu Lathi (Weird Genius ft. Sara Fajira), Dunia (Mytha Lestari), A Million Stars (Album Kolaborasi Rising Stars), dan masih banyak lagi. Tahun 2021, Oendari dengan merilis album dari keterlibatannya di dalam sebuah film berjudul Akhirat: A Love Story.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
Aku menemukan kenyamanan di sebuah mimpi di mana Aku membenturkan wajahku ke dinding batu. Terbentur sampai hancur. Semua inti terburai lalu Aku melayang di dalam ketiadaan.
Kesunyian jadi musik yang indah. Tanpa suara. Tidak ada lagi degup jantung. Tidak ada lagi desir alir dan denyut nadi. Air mata terakhir jatuh dan berhenti sudah segala tangisan.
Aku menghilang dari ingatan orang-orang. Lenyap dari kenangan yang tersayang. Senyap dalam gelap seperti malam tanpa bintang.
Waktu yang deras menggerus jaman seketika membeku dalam keabadian. Tidak ada hulu dan tidak ada muara, karena semua telah diam. Di muka arus yang bergeming, kuberanikan diri becermin. Kosong.
Betapa menyeramkan.
Namun, siapa sangka. Segala yang harus kuhadapi setelah terbangun dari mimpi itu ternyata lebih menyeramkan.