sekumpulan cerita dari seorang enci-enci tongkrongan. kadang romantis, kadang tragis. sesekali miris, atau bikin nangis. kadang bermanfaat, tapi sering juga unfaedah, tapi yah yaudahlah.
Category: Jurnal Berkarya
Kumpulan cerita berisi kenang-kenangan saat terlibat mengerjakan suatu karya.
Agustin Oendari adalah seorang penulis lagu dan penyanyi yang mengawali karier pada 2014 dengan menulis dan menyanyikan lagu Selamat Pagi Malam untuk film berjudul sama karya sutradara Lucky Kuswandi. Lagu tersebutlah yang pertama kali mempertemukan Oendari dengan pendengar setia yang terus mendukungnya hingga melalui beberapa rilisan untuk film-film lain, seperti Galih & Ratna, satu lagi karya sutradara Lucky Kuswandi, dan Susah Sinyal, karya sutradara Ernest Prakasa.
Rilisan-rilisan Oendari yang lain pun telah mendapat perhatian khusus dari berbagai streaming platform dan media, antara lain: LHSW yang sempat menjadi bagian dari banner utama aplikasi JOOX pada masa rilisnya dan juga disiarkan di berbagai media musik ternama, seperti Billboard Indonesia dan Pophariini; Bend Down dan Selamat Pagi Malam yang berada di deretan nominasi AMI Awards ke-22; dan beberapa lagu dalam album soundtrack Galih & Ratna yang mendapatkan kesempatan spesial JOOX Concert Galih & Ratna tahun 2017, seperti Hampir Sempurna, yang ditampilkan oleh Rendy Pandugo, Song Of Goodbye, yang ditampilkan oleh Ivan Gojaya yang juga adalah produser dari hampir seluruh karya Oendari, dan lagu-lagu lain yang ditampilkan oleh Oendari, seperti Nyatanya Sementara, Dari Rindu Kepada Rindu.
Selain terlibat dalam berbagai karya kolaboratif sebagai penyanyi atau penulis lagu, Oendari juga sempat berkiprah sebagai vocal director, bekerja bersama musisi dan produser ternama, antara lain Titiek Puspa, Dutacinta, Momo Geisha, Sheryl Sheinafia, dan Steve Lillywhite. Keterlibatan Oendari sebagai vocal director juga terdapat pada lagu Lathi (Weird Genius ft. Sara Fajira), Dunia (Mytha Lestari), A Million Stars (Album Kolaborasi Rising Stars), dan masih banyak lagi. Tahun 2021, Oendari dengan merilis album dari keterlibatannya di dalam sebuah film berjudul Akhirat: A Love Story.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
Perihal cinta-beda-agama atau nikah-beda-agama memang jadi salah satu permasalahan yang hadir di dalam film “Akhirat: A Love Story”. Tapi, kalau gue ditanya, “Apakah filmnya tentang itu?” … Hmm, gue akan menjawab: bukan.
Kalau gitu, tentang apa dong?
Ini jawaban resmi dari Studio Antelope dan Pak Jason Iskandar, sutradaranya. Film “Akhirat: A Love Story” bercerita tentang sepasang kekasih bernama Timur & Mentari, diperankan oleh Adipati Dolken & Della Dartyan. Mereka memiliki banyak perbedaan, salah satunya perbedaan agama. Dan, di alam raya Indonesia ini, tipe hubungan yang dijalani Timur & Mentari ini mendapat banyak tentangan, termasuk dari keluarga.
Pada suatu malam yang sangat spesial (untuk mengetahui sespesial apa, ya baiknya nonton aja), mereka berdua malah mengalami kecelakaan. Sejujurnya, gue kesel banget. Padahal, harusnya malam itu spesial. Anyway, selepas kecelakaan tersebut, terbangunlah Timur & Mentari di sebuah “dunia fantasi” bernama Akhirat, di mana Timur & Mentari, ironically, malah menemukan kesempatan untuk bisa bersama selamanya, kondisi yang hampir mustahil untuk mereka alami di dunia nyata. Dunia memisahkan, Akhirat malah mempertemukan.
Timur & Mentari dalam “Akhirat: A Love Story”
Ini adalah film petualangan Timur & Mentari menjelajah “dunia fantasi”, yang isinya gak cuma mereka berdua, tapi juga ada karakter-karakter menarik lain yang punya cerita masing-masing, yang muncul di tengah pencarian Timur & Mentari akan jawaban atas pertanyaan, “Apakah Timur & Mentari pada akhirnya bisa bersama selamanya?”.
Lalu, ini jawaban personal dari gue. Film “Akhirat: A Love Story” adalah rekaman perjalanan dua orang bernama Timur & Mentari ketika mereka (atau jangan-jangan gue juga?) secara sadar-gak-sadar mencari jawaban atas pertanyaan: “Hidup (dan hubungan) yang rasanya faktap dan gak ada ujungnya ini akan ke mana sih?”
Dan, setelah menonton filmnya sebanyak puluhan kali dalam jangka waktu kurang lebih tiga bulan dalam keterlibatan gue di dalam film ini, jawaban yang gue temukan atas pertanyaan tadi adalah:
“Hidup, ujungnya akan ke mana? Akan ke satu pecahan momen kecil dalam semesta mahabesar, di mana elo bisa menyimpulkan bahwa ternyata hidup adalah tentang mengoleksi kenangan dari berbagai pertemuan yang pernah terjadi, dialami, dan nyata. Maka selagi ada kesempatan, hargai pertemuan dengan cara yang terbaik yang bisa diusahakan.”
Gimana awalnya keterlibatan Oendari di soundtrack film “Akhirat: A Love Story”? Gimana prosesnya? Apa tantangannya? Ada momen berkesan?
Nah, ini panjang. Gue ceritain di tulisan selanjutnya ya. Kayaknya lebih asik kalau sambil ngebedah satu-persatu lagu yang ada di album soundtrack “Akhirat: A Love Story” kali ya?
Untuk sementara, bisa nonton ini dulu. Di sini, gue dan Iponk menceritakan apa-apa yang ada di balik pembuatan soundtrack film “Akhirat: A Love Story”:
Apakah Timur & Mentari terpisah? Atau mereka bahagia selamanya?
Mohon diingat-ingat, Timur & Mentari udah terpisah dari awal.
Dari beberapa menit pertama film ini pun, elo akan bisa menerka seberapa jauh terpisahnya Timur & Mentari. Buat yang udah nonton dan masih ingat adegan pertama di mana Timur & Mentari ketemu dalam sebuah reuni, apakah ingat juga bahwa Timur & Mentari diam-diam bergandeng tangan di bawah meja? Seingin itu bersentuhan, tapi sedemikian terbiasa sembunyi-sembunyi. Pacaran, tapi berjarak. Itu baru di awal film.
Kisahnya berjalan, kemudian semakin terlihat Timur & Mentari memang terbiasa dengan canggungnya perpisahan. Ada banyak hal yang tertahan di balik percakapan mereka, ngambeknya Mentari, perasaan-perasaan yang gak terkatakan, kebingungan Timur, dan segala peristiwa lainnya di dalam film ini. Banyak hal tertahan karena satu alasan: terbiasa dengan canggungnya perpisahan.
Kurang canggung apa, kalau dalam sebuah hubungan, perpisahan sudah terjadi sejak awalnya? Perpisahan yang Timur & Mentari punya adalah selebar jarak antara dua agama, dua latar belakang keluarga, dua cara mikir yang berbeda. Itu baru sedikit sebelum sekian banyak yang rumit kemudian, yang bikin dua orang ini seakan-akan sudah harus siap kehilangan sebelum betul-betul memiliki.
Lalu, sampailah Timur & Mentari pada satu titik di mana mereka punya kesempatan untuk menjembatani jarak yang ada, yaitu dengan memilih. Di momen itulah, upaya Timur & Mentari melawan semua jarak yang ada di tengah mereka baru terlihat jelas. Pilihan-pilihan yang ada punya kesulitan dan konsekuensinya masing-masing, tapi yang namanya cinta … ya diperjuangkan. Ah, selebihnya, nontonlah. Kalau gue ceritain di sini, antara gue jadi auto-mellow, atau malah nyebar spoiler.
Timur & Mentari dalam “Akhirat: A Love Story”
Dan, menyoal “bahagia selamanya”, sekiranya film ini punya lanjutan cerita pada masa depan, gue rasa (dan gue harap) iya, mereka bahagia selamanya. Lagi-lagi, cuma karena satu alasan, tapi kali ini, alasannya: cinta selamanya.
Sad ending? Atau happy ending?
Tergantung gimana elo memaknai sad dan happy. Selepas gue menonton menit-menit terakhir dari “Akhirat: A Love Story”, gue berbahagia, meskipun dengan eyeliner yang udah beleber ke mana-mana.
Semakin gue merenungi kisahnya Timur dan Mentari, semakin gue yakin, bahwa kesedihan gak selalu termanifestasi dengan ekspresi depresif tingkat tinggi dan air mata yang meluber berdeburan. Begitu pula sebaliknya, percakapan yang dipenuhi haha-hihi dan banyak tawa juga belum tentu berarti bahagia. Nontonlah, mungkin lo akan paham yang gue maksud barusan.
Di film ini, “Akhirat: A Love Story”, Iponk dan gue menemani kalian sepanjang nonton, sedih, seneng, sedih, seneng bergantian sampai menit dan detik terakhir. Literally, sampai menit dan detik terakhir. Sampai tirai-tirai pintu dibuka lagi dan lampu bioskop nyala lagi, sampai kalian selesai nangis, kami setia menemani. Semoga kalian setia menikmati.
Dan, selamat nonton “Akhirat: A Love Story”.Tepat hari ini, 02.02.2022, “Akhirat: A Love Story” sudah tayang di Netflix. Buat yang gak kebagian nonton di bioskop beberapa bulan lalu, ini saatnya kamu nonton. Kemarin di Instagram juga sempet ada yang bilang udah nonton di bioskop beberapa kali tapi kepingin nonton lagi untuk kesekian kali, ya, silakan. Seneng sekali kalau banyak yang menantikan film ini. Ini untuk kalian yang pernah merasakan jatuh cinta, harus terpisah, mengalami kehilangan, namun menghargai pertemuan. Selamat terbuai dalam helai demi helai kenangan.
UNTUK TEMAN-TEMAN PERS / MEDIA,
Berikut ini press kit yang bisa diunduh, berisi informasi lengkap mengenai karya ini:
Udah move on belom? Kalo belom, meningan jangan baca tulisan ini. Namun, kalau masih bandel juga, ya udah. Hati deg-degan, tangan keringetan, keinget-inget mantan, tanggung sendiri ya.
“Kita Tak Bisa Kemana-mana Lagi” adalah film pendek yang bercerita tentang sepasang mantan kekasih, Gigi (yang diperankan oleh Sheila Dara Aisha) & Nino (yang diperankan oleh Rolando Octavio), yang bakal segera menikah dengan pasangan masing-masing.
Pada satu malam, mereka berdua melakukan perjalanan dengan mobil dan ketika mereka sampai di tujuan akhir, mereka sama-sama gak kepingin keluar dari mobil itu segera. Kenapa tuh? Ya udah, nonton dulu lah. Baru kita lanjut cerita lagi.
Kita Tak Bisa Ke Mana-mana Lagi – Official Short Film (2021)
Sebelum Lanjut Cerita,
Mari mundur sejenak ke awal tahun 2021.
Tepatnya, bulan Januari. Bertepatan dengan harinya gue ngerilis lagu Tenang Dan Bersabarlah, secara tiba-tiba, gue diperkenalkan oleh seorang teman, kepada seorang produser film, namanya Hannan. Hari itu kenalan, hari itu juga Hannan dengerin satu album perdana yang sedang gue persiapkan, termasuk di dalamnya ada lagu Tenang Dan Bersabarlah. Bukannya ge-er, tapi yang gue inget dari hari itu, kayaknya lagu ini meninggalkan kesan buat Hannan. Tapi, ah, mungkin aja aku cuma ge-er, Bund.
Gak berapa lama setelah perkenalan hari itu, Hannan cerita bahwa dia sedang merampungkan sebuah film pendek. Hannan pun bertanya, apakah lagu Tenang Dan Bersabarlah boleh jadi bagian dari film pendek tersebut. Wah, ternyata kege-eranku berbuah manis. Makin ge-er lah aku, Bund. Dan, ya tentu bolehlah!
Lama berselang, pandemi makin ngehits, gue pun makin sibuk dengan rilisan bertubi-tubi. Kalau tau dan masih inget, selama empat bulan pertama tahun 2021, gue merilis satu lagu setiap bulannya. Situasi semakin pelik ketika memasuki tengah tahun. Puncaknya adalah bulan Mei.
Bulan Mei 2021 adalah sebuah bulan yang sulit, di mana hampir setiap hari gue ketemu dengan berita duka. Mulai dari duka orang-orang yang gue gak terlalu kenal, sampai duka yang menjalar ke lingkaran yang terdekat. Otak mulai gak kuat dipapar media sosial dan hati mulai gak tahan menerima berbagai pesan. Maka, rehatlah gue dari dunia maya dan membiarkan diri gue gak denger update apa-apa. Instagram dan Whatsapp lagi jarang-jarangnya gue buka.
Baru ketika memasuki bulan September, gue sekrol ratusan pesan yang masuk dan cek satu-satu. Dari antara pesan-pesan tersebut, terseliplah berita bahwa film ini ternyata udah tayang. Gue tonton sampe abis, sampe durasi paling ujung, lalu DUARRR!
Padahal niatnya mah mau narsis aja. “Nonton ah, gue mau tau lagu gue muncul di mana.” Tau-tau, gue malah keasyikan mengagumi aktingnya Sheila Dara Aisha & Rolando Octavio, yang berhasil bikin gue bertanya-tanya: ini dua-duanya emang mantan beneran di dunia nyata apa gimana sik? Mulai dari luwesnya obrolan bertema nostalgia, adegan adu kentut yang super-relatable, sampe berantemnya pun, … hih, kok kayak beneran!
Kesederhanaan yang terasa di film ini, yang gue yakin direncanakan dan dilakukan dengan cara yang gak sederhana, bikin gue terlena nonton sampe ujung cerita. Sampai akhirnya gue menemukan lagu Tenang Dan Bersabarlah hadir di momen aku-kamu yang … uhuk-uhuk … yaudahlah lo tonton aja sendiri.
Bang Fazrie Permana ini tinggalnya di mana, kayaknya gue harus sungkem sama bapak sutradara sekaligus penulis naskah. Selamat, Bang, filmnya berhasil membuatku ter-uhuk-uhuk. Dan, selamat juga kepada masing-masing nama di balik produksi film ini, kalian semua keren!
Dan, untuk Hannan, gue ingin mengucapkan terima kasih karena lagu Tenang Dan Bersabarlah diperkenankan untuk hadir di film “Kita Tak Bisa Kemana-mana Lagi” (bersanding dengan satu lagu dari musisi sekeren Matter Halo pula, “Kamulah Yang Terindah”, mimpi apa aku, Bund). Gak cuma itu, Tenang Dan Bersabarlah ditempatkan di bagian yang, buat gue, sangat berkesan. Oh iya! Satu lagi. Terima kasih, atas sebuah pesan manis yang pernah Hannan sampaikan:
“… Kenapa aku memilih lagu Tenang dan Bersabarlah sebagai ending film kami … Karena, pada dasarnya, hidup tentang sebuah perjalanan dan proses. … Film ini berbicara tentang mencoba mengikhlaskan sesuatu yg bukan untuk kita. … Saat pertama kali mendengar lagu Botin ini, bahkan sebelum dirilis, salah satunya adalah (tentang) hal itu. … Dan, lagu ini juga memberikan penekanan untuk itu, untuk bisa tenang dan bersabar pada saat perjalanan mengikhlaskan. …”
Hannan Cinthya
Ngomong-ngomong,
Baru sadar. Iya juga ya. Mengikhlaskan adalah sebentuk perjalanan. Supaya paham, tontonlah: “Kita Tak Bisa Kemana-mana Lagi“.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
“Chintana, ke jendela. Liat satu titik di sana. Kamu yang tau titik itu di mana.”
“Ngomong ke satu titik itu aja, ketika harus menyampaikan lirik yang ditulis. Apa yang ditulis, bacain ke satu titik itu aja. Percayain ke titik itu semua yang ditanyakan. This little dot, sedang menceritakan sebuah perjalanan yang indah, yang akan kamu denger jawabannya.”
“Botin, tugasnya dengerin pas Chintana nyanyiin part dia. Kalau Chintana udah selesai nanya, itu waktunya Botin tunjukkin apa yang dia pahami dari jawaban yang sedang diberikan untuk Chintana.”
I really don’t know what that means, tapi itu yang gue cerna. OH! Ada satu lagi.
“Melek, baca ini berulang-ulang, terus. Pelan-pelan. Supaya bisa ngerasain makna di balik lagunya. Percaya, nanti akan ngerasain sesuatu yang mungkin bisa bikin air mata jatuh sendiri. Bahwa sebetulnya: kita semua gak pernah sendirian, selalu ada yang doain, percaya, Lek.”
This is what I call: Frequency Response.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
Video YouTube yang gue bagikan di dalam tulisan ini dirilis tepat setahun lalu, pas pandemi baru dimulai. Tepatnya, pas gue lagi bingung mau ngapain karena gak bisa ke mana-mana juga. Akhirnya, gue memutuskan untuk berbagi pengalaman soal menulis lagu, dan jadilah.
Buat yang sudah nonton dan bahkan membagikannya di berbagai platform lain, terima kasih! Seneng sekali kalau apa yang gue bagikan bisa mencerahkan siapapun yang tercerahkan. Di sini, gue akan membagikan kembali, sambil nambahin apa-apa yang belum sempat terrekam di dalam video.
Dari antara kalian yang sedang membaca tulisan ini, ada yang lagi mau nulis lagu tapi bingung mau mulai dari mana atau lagi di tengah proses songwriting tapi stuck? Atau, mungkin dari antara kalian ada produser yang lagi cari lagu buat artisnya? Ini dia, salah satu pertanyaan yang paling sering gue dapatkan:
Menulis lagu: lirik dulu atau melodi dulu?
Di video ini, gue akan share approach gue dalam menulis lagu, yang mungkin bisa membantu dalam proses songwriting. Gimana? Udah siap? Silakan ditonton, siapa tau ada yang belum nonton atau mau nonton lagi:
Selama yang dikerjakan bukan instrumental records, ada dua elemen utama di dalam songwriting. Pertama, musical elements, di dalamnya ada nada dan rhythm. Kedua, writing elements, di dalamnya ada bahasa dan penyampaian. Keduanya bersifat complimentary. Kalau nggak ada lirik, ya berarti instrumental. Kalau gak ada musik, ya berarti speech aja. Oke, sekarang lupain dulu kedua elemen itu, karena ada satu lagi elemen penting yang belum gue sebut, yaitu: lo mau ngomongin apa sih? Alias topik.
Topik.
Gue berkeyakinan bahwa sama seperti proses penciptaan di bidang-bidang seni yang lain, menulis itu adalah proses perubahan bentuk dari ide jadi karya. Dari sesuatu yang gak ada wujudnya, kemudian dibahasakan dan dikemas sehingga jadi ada dan jadi nyata. Dari sesuatu yang tadinya cuma ada di dalam kepala, jadi lagu. Nah, ide apa sih yang ingin lo tuangkan jadi lagu?
Setiap kali ada artist yang dateng ke sini untuk menggunakan jasa songwriting di roemahiponk, hal pertama yang akan gue lakukan adalah: ngobrol. Kenapa? Karena gue butuh topik. Gue butuh tau: “lo mau ngomongin apa sih di lagu lo?”
Durasi lagu umumnya cuma dua sampai lima menitan. Sedangkan topik ada banyak banget. Cinta, kehidupan, persahabatan, politik, alam semesta, banyak. Coronavirus bisa dijadiin topik. Sarapan tadi pagi juga bisa dijadiin topik. Sampe gosip tetangga sebelah pun bisa kita jadiin topik, kalo emang kepingin. Apapun bisa jadi topik.
Terus, gimana cara nentuin topik yang tepat untuk lagu yang akan kita tulis? Okay, gue gak bicara benar dan salah, tapi setidaknya ini yang gue dapat berdasarkan pengalaman selama beberapa tahun ke belakang yang mungkin bisa membantu teman-teman dalam proses songwriting.
Satu: what’s your goal?
Ini tentang tujuan kita bikin karya. Menurut gue, semua tujuan yang mungkin ada di dalam kepala kita, sah-sah aja selama gak menyalahi hak, harkat, dan martabat orang lain.
Tujuannya pingin viral? Cuma iseng pingin punya koleksi lagu pribadi? Atau pingin menghibur orang lain dengan karya? Atau malah berniat raise awareness tertentu lewat musik, sah-sah aja. Silakan. Yang jelas, setelah kita menentukan ini, kemungkinan besar pertanyaan yang selanjutnya akan lebih mudah untuk dijawab.
Dua: target audience?
Kalau kita udah bisa menjelaskan kita itu musisi macam apa, pasti akan lebih gampang untuk membayangkan siapa kira-kira yang akan mendengarkan lagu kita nanti.
Menentukan dengan pasti, kayaknya sih sulit, apalagi untuk musisi baru yang akan rilis lagu untuk pertama kali. Walaupun teknologi udah berkembang banget dan memungkinkan musisi untuk tau performance analytics lewat berbagai platform, kadang ada pendengar-pendengar yang muncul di luar perkiraan atau target range, yang tentunya juga perlu untuk diapresiasi. Dan, balik lagi, target audience bukan segalanya, melainkan hanya satu aspek dari sekian banyak aspek yang perlu dipertimbangkan ketika kita menentukan arah dalam berkarya. It’s an important thing, but it’s not everything.
Tiga: cerita, gaya bahasa, dan pilihan kata.
Kalau udah tau kita akan memperkenalkan diri sebagai musisi yang seperti apa, dan tau siapa yang akan kita ajak “bicara” lewat musik, berikutnya adalah: Cerita apa yang ingin disampaikan?
Gimana penyampaian yang tepat supaya cerita tersebut bisa sampai dengan selamat? Dan, diksi macam apa yang bisa membuat ceritanya menetap di hati para audiens dan pada akhirnya lagunya menetap di dalam pikiran mereka?
Awalnya, ketika pertama kali mencoba pola berpikir semacam ini, gue merasa dibatasi dan gak bebas ketika menulis. Namun, setelah berkali-kali coba, gue malah jadi merasa bahwa pola berpikir semacam ini justru membukakan ruang imajinasi yang luas tanpa bikin gue nyasar ke mana-mana karena ada koridor-koridor yang jelas ketika menentukan mau nulis apa dengan cara yang gimana. Alhasil, makin hari, gue bisa makin efisien ketika bikin lagu karena makin khatam.
Satu, dua, dan tiga udah? Sekarang, kita masuk ke pertimbangan yang lebih spesifik dan lebih tajam. Di luar dari semua hal tadi, ada beberapa prinsip yang selalu gue pegang dalam menulis lagu. yang sifatnya eminen dan harga mati. Salah satu yang akan gue bahas di dalam video ini adalah ini:
Berimajinasi Itu Gratis.
Let’s say, ada penyanyi cewek, usia 20an awal, datang ke sini untuk songwriting session. Penyanyi ini punya keinginan untuk bikin karya yang bisa dinikmati audiens lewat earphone ketika lagi sendirian, dan udah punya target pendengar setia dengan range usia yang sama. Kepribadiannya romantic dan sentimental.
Topik lagu yang diinginkan adalah tentang patah hati dan susah move on. Pas gue didapuk untuk nulis lagu ini, mungkin aja gue atau penyanyinya sama-sama lagi gak patah hati dan happy-happy aja. Means, gue gak bisa mengandalkan kejadian yang aktual untuk nulis lagu ini. Terus, harus gimana?
Opsi pertama, cari topik lain. Atau, kalau tetep mau stay di topik ini, opsi kedua, manfaatkanlah imajinasi, karena berimajinasi itu gratis.
Secara gampang, gue bisa aja mulai menulis dari lirik “aku masih mencintaimu, sungguh sulit bagiku untuk melupakanmu”. Buat gue ini klise. Boring. Overused. Ditinjau dari makna, bener, karena lagunya tentang itu. Tapi, this could be better.
Instead of nulis kalimat tadi, mungkin gue akan lebih memilih untuk memulai dengan, “setiap malam masih kubaca lagi chat kita, kata demi kata” atau kalau butuh lebih casual, mungkin gue akan memilih untuk menulis, “kaosmu yang buluk itu, masih selalu kupakai saat aku rindu”. Dari satu makna yang kurang lebih sama: sama-sama patah hati dan gak bisa move on, bisa muncul ekspresi yang berbeda-beda. Muncul dari mana? Imajinasi. Gratis.
Itu cuma contoh kecil gimana memanfaatkan imajinasi yang sama sekali gratis untuk mengembangkan satu topik yang sederhana. Masih ada beberapa prinsip lain yang mungkin akan gue bagikan di video lain, dan contoh tadi, baru dari segi penulisan lirik doang.
Tentunya, ketika menulis lagu, gak boleh lupa bahwa ada hal-hal teknis lain yang perlu diperhatikan selain penulisan lirik. Semakin banyak menulis, semakin banyak juga gue menemukan tantangan-tantangan teknis: struktur lagu, kompromi dengan jumlah syllables, melody pattern, rhythm pattern, dan banyak hal lainnya.
Nah, gue mendapati bahwa ketika gue sudah lebih dulu yakin dengan apa yang ingin disampaikan dan bagaimana cara penyampaiannya, tantangan-tantangan teknis itu jadi lebih ringan untuk dilalui. Paling enggak, setiap kali ada kebingungan, gue tinggal balik aja ke pertanyaan-pertanyaan tadi dan berpegang sama jawaban-jawabannya.
Well, kalau ini semua adalah hal yang baru buat yang sedang atau baru memulai menulis lagu, silakan cobain. Mungkin awalnya akan ngerasa ribet, sulit, f*cked up. Wajar aja sih. Tapi, gue yakin perjalanan menulis lagu akan selalu makin seru. Bahkan, kalau nanti tiba-tiba ada yang menemukan cara lain yang juga asik untuk dicoba, silakan share aja di kolom komen.
Yang penting, rajin-rajinlah mencoba.
Kalo ditanya pilih quality atau quantity? Dalam hal menulis lagu, gue akan pilih quantity. Maksudnya, daripada berkutat di satu lagu yang sama dan berharap langsung sempurna, lebih baik berusaha menulis sebanyak mungkin. Kenapa Karena kita bisa mengembangkan standar atas qualitysetelah jatuh bangun berkali-kali.
Bikin satu, ngerasa gak puas, gak usah ragu untuk simpen dulu dan beralih ke yang kedua. Buat gue, that’s totally fine. Kita selalu bisa balik ke yang pertama kapanpun kita mau dengan kemampuan yang udah bertambah dan dengan cara-cara atau approach yang lebih mutakhir.
Tenang aja, kalian gak sendirian, dan memang menulis lagu gak harus selalu sendirian. banyak top hits di dunia ini yang ditulis rame-rame oleh dua, tiga, lima, tujuh orang. Kita selalu bisa hire co-writers lain. ROEMAHIPONK juga menyediakan jasa songwriting untuk membantu dalam proses berpikir ketika menulis lagu, entah cuma sekadar konsultasi doang, atau ikutan berkontribusi dalam bentuk tulisan.
Dan, kalo mau tau tips-tips songwriting yang lain, silakan subscribe channel ROEMAHIPONK dan nyalain aja notifikasinya, niscaya kalian gak bakal ketinggalan video-video berikutnya.
Jadi, balik ke pertanyaan semula, lirik dulu atau melodi dulu?
Untuk pertanyaan ini, gue selalu mengawali jawaban gue dengan: BEBAS. Ketika menulis lagu, gak pernah ada keharusan memulai dari lirik dulu atau melodi dulu. Ngobrol aja dulu.
Satu lagi #musikalisasipuisi atas karya mas #SalmanAristo yang setiap kata-katanya langsung terngiang-ngiang semalaman di telinga dari buku Puisi Pendek Biar Rindu Panjang. Silakan nikmati ini sebagai pengantar sebelum kamu baca seluruh isi bukunya di #Storial, tiga puluh lima lembar puisi yang bikin hangat hati.
Sudah, #dirumahaja tenang-tenang kalem-kalem membaca. Dengan menikmati puisi-puisi ini, kamu akan tau betapa Bahasa Indonesia itu bisa demikian indah. Klik aja link ini: http://bit.ly/storialpuisirindu. Semoga terbuai.
Oh iya, terima kasih Nur Zaman & Rocky Prabowo yang sudah membantuku bikin video ini. Terima kasih #roemahiponk dan terutama Pak Ivan Iponk yang sudah mengizinkanku berkarya di tengah pandemi. Khusus Pak Ivan, makasih selama ini mengajarkanku rekaman, mixing, dan mastering dengan sangat sabar walaupun seringkali ku lemot dan supergaptek. Semoga karya ini bisa lumayan bikin pakguru bangga. Lalu, terima kasih, kamu yang sudah mendengarkan dari kemarin-kemarin, kamu kukasihi.
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.
Sudah sekian lama gak bikin #musikalisasipuisi, yang biasa gue sebut dengan muspi. Terakhir waktu jaman sekolah, yang gak lain gak bukan adalah belasan tahun yang lalu. Beberapa minggu belakangan, gue diperkenalkan oleh teman kepada sebuah buku puisi yang dari mulai judul aja udah bikin penasaran dan senyum-senyum sendiri. Awalnya, gue hanya tau mas #SalmanAristo sebagai sineas. Nah, teman gue memperkenalkan kepada buku puisi yang ditulis Mas Aris dan baru rilis: Puisi Pendek Biar Rindu Panjang.
Di buku ini, ada 35 puisi pendek yang jadi penghiburan di kala gue cuma bisa #dirumahaja diserang kerinduan akan banyak hal yang sekarang harus berhilangan karena situasi gakjelas ini. Salah satu yang pertama kali langsung menarik perhatian gue adalah #MendalamiTeduh. Ini adalah interpretasi sederhana atas puisi pendek yang manis karya Mas Aris.
Kalau mau baca buku ini: ketik link ini aja http://bit.ly/storialpuisirindu Suasana merumah niscaya gak bakal ngebosenin kalau diisi sama kegiatan berfaedah semacam membaca buku. Selamat mendalami teduh!
kepingin tau lebih banyak tentang Oendari?
Silakan subscribe blog ini, dengarkan musiknya, atau follow Oendari melalui media sosial.